Tentang Pendidikan Non Formal
By
Rachmat Santoso
—
Selasa, 09 Desember 2014
—
Pendidikan
Setelah membaca ulasan tentang perbedaan pendidikan formal,pendidikan non formal, dan pendidikan informal. Berikut ini pembahasan yang
lebih rinci tentang Pendidikan Non Formal.
1. Pendidikan Non Formal
Pendidikan
Non-formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang sesuai dengan kebutuhan, yang di
dalamnya tidak terdapat peraturan yang tetap dan ketat seperti pada lembaga
pendidikan formal.
Menurut Sanapiah Faisal (1981), pendidikan non formal, paket pendidikannya berjangka pendek, setiap progam pendidikannya merupakan suatu paket yang sangat spesifik dan biasanya lahir dari kebutuhan yang sangat dirasakan keperluannya.
"Hasil pendidikan non-formal dapat dihargai setara dengan
hasil pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh
lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu
pada standar nasional pendidikan." (Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 26
ayat (6) tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Menurut Sanapiah Faisal (1981), pendidikan non formal, paket pendidikannya berjangka pendek, setiap progam pendidikannya merupakan suatu paket yang sangat spesifik dan biasanya lahir dari kebutuhan yang sangat dirasakan keperluannya.
Pedidikan non formal relatif lebih lentur dan
berjangkaa pendek penyelenggaraannya dibandingkan dengan pendidikan Formal.
Contoh konkritnya seperti pendidikan
melalui kursus, penataran dan training-training.
Pelaksanaan pendidikan non formal:
- Pada umumnya tidak dibagi atas jenjang
- Waktu penyampaian diprogam lebih pendek
- Usia siswa di suatu kursus tidak perlu sama
- Para siswa umumnya berorientasi studi berjangangka pendek, praktis, agar segera dapat menerapkan hasil pendidikannnya dalam praktek kerja(berlaku terutama dalam masyarakat sedang berkembang)
- Merupakan respons daripada kebutuhan khusus yang mendesak
- Materi mata pelajaran umumnya lebih banyak yang bersifat praktis dan khusus
- Kredensials (ijazah, dan sebagainya ) umumnya kurang memegang peranan penting terutama bagi penerima siswa
Sistem penilaian pendidikan kesetaraan dilakukan dengan cara :
- Penilaian mandiri, dengan
mengerjakan berbagai latihan yang terintegrasi dalam setiap modul.
- Penilaian formatif oleh tutor
melalui pengamatan, diskusi, penugasan, ulangan, proyek, dan portofolio,
dalam proses tutorial.
- Penilaian semester.
- Ujian Nasional oleh Pusat
Penilaian Pendidikan, Badan Penelitian, dan Pengembangan, serta Departemen
Pendidikan Nasional.
2. Jenis dan Satuan Penyelenggara Pendidikan Non-formal
a) Jenis
Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup,
pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan
perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja.
Pendidikan kesetaraan meliputi Paket A, Paket B dan Paket C, serta pendidikan
lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik seperti: Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok
belajar, majelis taklim, sanggar, dan lain sebagainya, serta pendidikan lain
yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
b) Satuan Penyelenggara Pendidikan
- Kelompok bermain;
- Taman penitipan anak;
- Lembaga kursus;
- Sanggar;
- Lembaga pelatihan;
- Kelompok belajar;
- Pusat kegiatan belajar
masyarakat;
- Majelis taklim.
3. Visi dan Misi Satuan
Pendidikan Non-formal
Dalam Lampiran Permendiknas Nomor 49 tahun 2007 tentang
standar pengelolaan pendidikan oleh satuan pendidikan non-formal, dipaparkan
tentang visi dan misi satuan pendidikan non-formal sebagai berikut:
a) Visi Satuan
Pendidikan Non-formal
1) dijadikan sebagai
cita-cita bersama oleh segenap pihak yang berkepentingan pada masa yang akan
datang;
2) mampu memberikan
inspirasi, motivasi, dan kekuatan pada warga satuan pendidikan nonformal dan
segenap pihak yang berkepentingan;
3) dirumuskan
berdasarkan masukan dari warga satuan pendidikan nonformal dan pihak yang
berkepentingan, selaras dengan visi pendidikan nasional;
4) diputuskan oleh
pengelola dan/atau penyelenggara pendidikan nonformal dengan memperhatikan
masukan dari berbagai pihak;
5) disosialisasikan
kepada segenap pihak yang berkepentingan;
6) ditinjau dan
dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan masyarakat.
b) Misi Satuan
Pendidikan Non-formal
1) memberikan arah dalam
mewujudkan visi satuan pendidikan nonformal sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional;
2) merupakan kegiatan
yang akan dilakukan dalam kurun waktu tertentu;
3) menjadi dasar
penentuan sasaran, program, dan kegiatan pokok satuan pendidikan nonformal;
4) menekankan pada mutu
layanan peserta didik dan mutu lulusan yang diharapkan oleh satuan pendidikan
nonformal;
5) memuat pernyataan
umum dan khusus yang berkaitan dengan program satuan pendidikan nonformal;
6) memberikan keluwesan
dan ruang gerak pengembangan kegiatan pada penyelenggara satuan pendidikan
nonformal;
7) diputuskan oleh
pengelola dan/atau penyelenggara pendidikan nonformal dengan memperhatikan
masukan dari berbagai pihak;
8) disosialisasikan
kepada segenap pihak yang berkepentingan;
9) ditinjau dan
dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta kebutuhan masyarakat.
4. Tugas-tugas
Pendidikan Non Formal
Tugas Pendidikan Non-formal adalah membantu
kualitas dan martabat sebagai individu dan warga negara yang dengan
kemampuan dan kepercayaan pada diri sendiri harus dapat
mengendalikan perubahan dan kemajuan. Tugas ini sejalan dengan tugas yang telah
digariskan dalam GBHN dan pendidikan nasional. Oleh karena itu wajarlah bila
perhatiaan terhadap pendidikan non-formal semakin besar.
Beberapa faktor yang
berpengaruh, sehingga perhatian tersebut semakin besar dan nyata :
- Kemajuan
Teknologi yang antara lain membuat usangnya hasil penemuan masa
lampau, sekaligus dengan itu membuka prespektif-prespektif baru.
- Lahirnya persoalan-persoalan
baru terhadap mana orang harus belajar tentang bagaimana menghadapinya,
soal-soal mana tidak dapat diserahkan hanya kepada Lembaga pendidikan
Formal. [eksposi penduduk, soal pencemaran alam dan soal dalam hubungannya
dengan perubahan kehidupan keluarga, interaksi sosial, kenakalan remaja,
dsb.
- Sebagai ciri manusia,”
keinginan untuk maju, untuk belajar yang kian meningkat”. Tidak dapat
diktekankan dengan berbagai cara. Terutama keinginan untuk maju pada
mereka yang sudah bekerja, mereka ini selalu mengharapkan untuk menyerap
kemajuan teknologi dan pengetahuan guna perbaikan dirinya. Dengan melalui
“semacam kursus-kursus di mana orang mendapatkan kepuasan dan kesenangan
dalam menambah pengetahuan/kecakapan “maka tidak selalu diusahakan Lembaga
Pendidikan Formal.
- Adanya “ perkembangan
alat-alat komunikasi yang memperluas kemungkinan untuk mengikuti
pendidikan tanpa datang ke sekolah atau memperluas kemungkinan untuk
mengajukan Progam pendidikan secara sistematis tanpa mengumpulkan orang
dalam suatu tempat yang sama.
- Telah adanya dan
terbentuknya “ bermacam organisasi sosial yang menambah medan pendidikan
serta kebutuhan akan menyelenggarakan Pendidikan Non-formal.
Terlebih-lebih bila organisasi-organisasi tersebut banyak yang ingin
menambah pengetahuan serta keterampilan angotanya” sehingga dapat memberi
rangsangan untuk bertempat tinggal.
5. Sasaran Pendidikan
Non-formal atau PLS
Dengan meninjau ciri-ciri dan klasifikasi pendidikan luar sekolah
(non-formal), maka sasaran pendidikan luar sekolah tidak mudah ditetapkan
seperti pendidikan sekolah (formal).
Adapun sasaran
pendidikannya dapat dibagi menjadi 2 sasaran pokok yakni:
1. Pendidikan Non-formal
(PLS) untuk Pemuda
Pendidikan ini timbul
oleh karena:
a) Banyak
anak usia sekolah tidak memperoleh pendidikan sekolah yang cukup, lebih-lebih
di negara yang berkembang.
b) Mereka
memperoleh pendidikan yang tradisional.
c) Mereka
memperoleh latihan kecakapan khusus melalui pola-pola pergaulan.
d) Mereka
dituntut mempelajari norma-norma dan tanggung jawab sebagai sangsi dari
masyarakatnya.
2. Pendidikan Non-formal
(PLS) untuk Orang Dewasa
1. Sasaran Pertama
Sasaran pertama adalah terutama para remaja dan pemuda pra dewasa yang belum
bekerja serta belum siap bekerja karena tidak memiliki seperangkat pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang dibutuhkan dalm dunia kerja.
2. Sasaran kedua
Mereka yang telah bekerja namun kualitas kerjanya belum memadai.
3. Sasaran Ketiga
Bisa pula menyangkut golongan pertama dan kedua, namun biasanya lebih
banyak menyangkut semua warga masyarakat, khususnya masyarakat lapisan bawah.(Soedomo,1989)
Selain itu pendidikannya ditujukan juga bagi warga masyarakat yang memerlukan
layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau
pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
6. Asas-asas Pendidikan
Non-formal
1) Asas Inovasi
Asas inovasi merupakan
asas penting dalam penyelenggaraan pendidikan non-formal, arti inovasi yakni
pemecahan masalah dengan mengubah melalui titik pemberangkatannya yang lain
sama sekali dari kebisaaan yang berlaku, jadi berbeda dari cara-cara perbaikan
secara bertahap dalam rangka atau system yang sudah ada.
Konsekuensi
dari asas inovasi ini, perlu diadakan perubahan tentang anggapan
bahwa :
a) Para
perencana dan pelaksana pendidikan lebih banyak memusatkan pikirannya pada
perencanaan pendidikan formal daripada pendidikan non-formal.
b) Pendidikan
dan perbuatan belajar hanya terbatas pada usia-usia tertentu. Sebagai
akibatnyalah bahwa struktur pendidikan dalam arti persekolahan yang ada selama
ini dibatasi dari Taman Kanak-kanak sampai perguruan tinggi.
2) Asas Penentuan
dan Perumusan Tujuan Pendidikan Non-formal
Perumusan tujuan untuk progam pendidikan merupakan langkah yang penting
dan pertama harus dikerjakan baik bagi pendidikan formal, informal
maupun non-formal. Penentuan dan perumusan tujuan, tidak bisa dilepaskan
dari :
“jenis dan tingkatan
pengetahuan, sikap serta jenis dan tingkat keterampilan yang harus dikuasai
oleh seorang anggota masyarakat.
3) Asas Perencanaan dan
Pengembangan Progam Pendidikan Non-formal
Pada tahap perencanaan mempunyai nilai yang sangat penting oleh karena dapat
membawa efektivitas dan efisiensi sesuatu kegiatan yang dilaksanakan.
Syarat
perencanaan :
a. Perencanaan
Harus Bersifat Komprehensif
Hal ini berarti bahwa progam atau kegiatan yang direncanakan harus sesuai
dengan tujuan yang telah digariskan sebelumnya,dengan kata lain dapat memenuhi
kebutuhan individu/masyarat karena tujuan-tujuan tersebut telah mencerminkan
dan mencangkup semua jenis kebutuhan individu, masyarakat dan nasional.
b. Perencanaan
Harus Bersifat Integral
Perencanaan yang integral berarti perencanaan yang memuat jenis pendidikan
formal dan non-formal yang terkoordinasi dan termotivasi, sehingga jenis progam
pendidikan masing-masing tidak bertentangan satu sama lain.
Akibat perencanaan yang
integral, maka “output dari suatu progam dapat merupakan input bagi progam
lainnya, dan akhirnya dapat menjadi output yang diharapkan dari keseluruhan
system pendidikan”.
c. Perencanaan
Harus Memperhitungkan Aspek-aspek Kuantitatif dan kualitatif
Pada umumnya banyak yang beranggapan bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan
non-formal cenderung untuk memperoleh jumlah pelajar yang sebanyak-banyaknya.
Anggapan diatas tentunya lebih baik dan lebih dapat diterima bila “di dalam
lapangan. Pendidikan non-formal pun harus mampu meningkatkan kualitas belajar
serta kualitas kerja seseorang”.
d. Perencanaan Harus
Memperhitungkan Semua Sumber-sumber yang Ada atau Dapat Diadakan
Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat .
Dalam hal ini diperlukan adanya “ integrasi dan pendayagunaan semua
sumber-sumber yang tersedia, baik sumber pemerintah maupun swasta”.
Integrasi ini dilaksanakan
dengan jalan memberi kesempatan lebih banyak demi tumbuhnya partisipasi
masyarakat yang lebih besar, terutama partisipasi dan peranan kepemimpinan
swasta dan organisasi-organisasi sosial yang ada.
7. Sifat-sifat
Pendidikan Non Formal
Sifat-sifat Pendidikan
Non-formal dibanding Pendidikan Formal :
a. Pendidikan Non-formal
Lebih Fleksibel
Sifat fleksibel di atas dalam arti luas seperti tidak ada tuntutan syarat
Credential yang keras bagi anak didiknya, waktu penyelenggaraan disesuaikan
dengan kesempatan yang ada artinya dapat beberapa bulan, beberapa tahun atau
beberapa hari saja. Dari segi tujuannya pendidikan non-formal dapat luas
tujuannya, dan bisa spesifik sesuai dengan kebutuhan. Sedang dalam
pengajarannya, tidak perlu syarat-syarat yang ketat, hanya dalam pelajaran yang
diberikan ia lebih dari murid-muridnya serta metode dapat disesuaikan dengan
besarnya kelas.
b. Pendidikan Non-formal
Mungkin Lebih Efektif dan Efesien Untuk Bidang-Bidang Pelajaran Tertentu.
Bersifat efektif karena progam pendidikan Non-formal bisa spesifik dengan
kebutuhan dan tidak memerlukan syarat-syarat (guru, metode, fasilitas lain)
secara ketat. Dan tempat penyelenggarannyapun dapat di mana daja seperti di
sawah, di bengkel, di rumah, di pasar, di tempat kerja yang lain.
c. Pendidikan Non-formal
Bersifat Quick Yielding artinya dalam waktu yang singkat dapat digunakan untuk melatih
tenaga kerja yang dibutuhkan, terutama untuk memperoleh tenaga yang memiliki
kecakapan.
d. Pendidikan
Non-formal Sangat Instrumental artinya pendidikan yang bersangkutan
bersifat luwes, mudah dan murah serta dapat menghasilkan dalam waktu yang
relative singkat. Yang dihasilkan meliputi : tenaga kerja yang terampil, dan
terciptanya lapangan kerja baru.
8. Syarat-syarat
Pendidikan Non Formal
Dalam
pelaksanaannya, pendidikan non-formal harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
a. Pendidikan Non-formal
harus jelas tujuannya.
Tujuan ini harus merupakan sesuatu yang dirasakan manfaatnya oleh peserta. Hal ini
tentu saja mendapatkan dukungan dari nilai-nilai, aspirasi dan kebutuhan
masyarakat sebagai peserta.
b. Progam Pendidikan
Non-formal harus menarik (appealing) baik yang akan dicapai maupun cara-cara
melaksanakannya.
Appealing ini sangat diperlukan karena didalam Pendidikan Non-formal harus
memperoleh dukungan daripada masyarakat serta partisipasi aktif masyarakat .
Prtisipasi masyarakat sangat diperlikan karena dalam pelaksanaan Pendidikan
Non-formal pun perlu fasilitas dan pembiayaan.
c. Adanya integrasi
Pendidikan Non-formal dengan progam-progam pembangunan dalam masyarakat.
Pengalaman menunjukkan bahwa suatu progam pendidikan tidak akan berhasil kalau
tidak berkaitan dengan kegiatan pembangunan di daerah yang bersangkutan. Oleh
karena itu, sebelum diadakan perencanaan pendidikan Non-formal disusun, maka
hendaknya progam disusun.
9. Faktor Pendukung dan
Penghambat Pelaksanaan Pendidikan Non-formal (PLS) di Indonesia
a) Faktor Pendukung
Faktor pendukung ini
macam-macam bentuknya yang berupa, fasilitas ada juga yang berupa
kebijaksanaan, partisipasi masyarakat, tenaga dan lain-lain. Seperti halnya
kita ketahui yang menjadi pendukung-nya pendidikan non-formal (PLS) adalah (Sismanto,1984):
1) Adanya
perhatian UNESCO terhadap masalah pendidiakan di negara kita, terbukti badan
tersebut telah memberikan bantuan-bantuan yang tidak sedikit terhadap Negara
Indonesia. Pada dasarnya bantuan tersebut adalah berupa dana tetapi toh pada
akhirnya dana tersebut akan menjadi fasilitas, buku-buku dan lain-lain.
2) Adanya
Perguruan Tinggi/ Institutyang membuka jurusan Pendidikan luar sekolah, maka
dengan demikian akan ada sarjana yang mengolah lapangan/bagian pendidikan luar
sekolah yang mempunyai kemampuan yang bisa diandalkan.
3) Digunakan
fasilitas yang dapat untuk penyelenggaraan pendidikan luar sekolah seperti:
penggunaan balai desa, gedung-gedung sekolah dan rumah-ruamh penduduk yang
memungkinkan untuk kegiatan luar sekolah.
4) Dibahasnya
pendidikan luar sekolah dalam REPELITA.
5) Adanya
Departemen-departemen yang telah menyelenggarakan pendidikan luar sekolah.
6) Adanya
Instansi pemerintah yang khusus menangani pendidikan luar sekolah yaitu dengan
adanya Dirjen Pendidikan Luar Sekolah dan Olahraga.
b) Faktor Penghambat
Selain adanya faktor pendukung yang dapat memperlancar lajunya pendidikan
non-formal, ada juga faktor penghambat yang menghalangi laju pelaksanaan
pendidikan non-formal (PLS). Faktor penghambat tesebut adalah (Sismanto,1984):
1) Kurangnya
tenaga ahli.
2) Kurangnya
biaya atau anggaran pendidikan luar sekolah (non formal) untuk memenuhi kebutuhan
di dalamnya. Kebutuhan yang dimaksud sepeti honor tutor, pembelian fasilitas
belajar, dan lain-lain.
3) Kurang
terkoordinirnya dengan instansi lain.
Faktor ini memang masih
menjadi penghambat karena seperti kita ketahui sampai saat ini masih belum
terkoordinasi yang baik untuk menangani pendidikan di luar sekolah antara
instansi yang satu dengan lainnya.
4) Masyarakat
masih menganggap bahwa ia sudah terlambat untuk belajar.
Faktor penghambat lain
(penulis):
- Anggapan
bahwa lulusan dari sebuah lembaga formal lebih dihargai lulusannya oleh
pemerintah daripada lulusan dari sebuah lembaga Pendidikan Non-formal.
Solusi
Sehubungan dengan
hambatan di atas maka dalam hal ini akan dibahas kemungkinan-kemungkinan
pemecahannya. Kemungkinan pemecahannya adalah sebagai berikut (Sismanto,1984):
1) Dengan
kurangnya tenaga ahli maka harus dapat mencari sumber manusia yang lain
yang kiranya dapat untuk menggantikan walaupun tidak sama, atau barangkali
walau tidak orang ahli kita akan terus menjalankan progam dengan melalui
buku-buku yang tersedia.
2) Dengan
adanya kurang dana dari pemerintah maka untuk mengatasi masalah tersebut, dana
dapat dicarikan atau dibebankan pada masyarakat setempat yang dirasa mampu
untuk memberikan bantuan. Yang dapat memperlancar progam.
3) Dengan
adanya kurang kerjasama dengan instansi lain atau lembaga lain maka dalam hal
ini kita sebagai tenaga pendidikan luar sekolah harus dapt membicarakan masalah
ini dengan instansi-instansi yang ada sehingga koordinasi akan terbentuk.
4) Begitu
juga dengan adanya anggapan masyarakat yang salah tersebut tenaga pendidikan
luar sekolah harus dapat menerangkan kepada mereka, bahwa anggapan tersebut
tidak betul, dan terangkan bahwa belajar itu sebetulnya tidak ada kata
terlambat, yang mana pada dasarnya manusia hidup.
Solusi dari faktor
penghambat lain:
- Solusinya seperti yang
tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 26 ayat (6) tentang
Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi “Hasil pendidikan non-formal dapat
dihargai setara dengan hasil pendidikan formal setelah melalui proses penilaian
penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah
dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.”
10. Rencana Strategis
Pendidikan Non-formal (PLS)
Menurut Isjoni (2004) dalam artikelnya yang berjudul
pendidikan luar sekolah berpendapat bahwa dalam kaitan dengan upaya peningkatan
kualitas dan relevansi pendidikan, maka program PLS lebih berorientasi pada
kebutuhan pasar, tanpa mengesampingkan aspek akademis. Oleh sebab itu Program
PLS mampu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, profesionalitas,
produktivitas, dan daya saing dalam merebut peluang pasar dan peluang usaha,
maka yang perlu disusun Rencana strategis adalah
1. Meningkatkan
mutu tenaga kependidikan PLS;
2. Meningkatkan
mutu sarana dan prasarana dapat memperluas pelayanan PLS, dapat meningkatkan
kualitas proses dan hasil;
3. Meningkatkan
pelaksanaan program kendali mutu melalui penetapan standard kompetensi,
standard kurikulum untuk kursus;
4. Meningkatkan
kemitraan dengan pihak berkepentingan (stakholder) seperti Dudi, asosiasi
profesi, lembaga diklat; serta
5. Melaksanakan
penelitian kesesuain program PLS dengan kebutuhan masyarakat dan pasar.
Demikian pula kaitan dengan peningkatan kualitas manajemen pendidikan.
Strategi PLS dalam
rangka era otonomi daerah, maka rencana strategi yang dilakukan adalah :
1. Meningkatkan
peranserta masyarakat dan pemerintah daerah;
2. Pembinaan kelembagaan
PLS;
3. Pemanfaatan/pemberdayaan
sumber-sumber potensi masyarakat;
4. Mengembangkan sistem
komunikasi dan informasi di bidang PLS;
5. Meningkatkan
fasilitas di bidang PLS.
11. Peranan dan Tujuan
Pendidikan Non Formal
Secara rinci peranan
pendidikan nonformal dapat dijabarkan sebagai berikut:
- Pendidikan suplemen: kesempatan untuk
menambah/meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tertentu di luar
pendidikan sekolah/formal.
- Pendidikan komplemen: kesempatan untuk
menambah/melengkapi pendidikan sekolah formal.
- Pendidikan kompensasi/pengganti: kesempatan untuk memperoleh
pendidikan bagi yang tidak pernah mengalami pendidikan di sekolah.
- Pendidikan substitusi: kesempatan untuk belajar
pada jenjang pendidikan tertentu berhubungbelum adanya pendidikan sekolah
di sekitar tempat tinggal.
- Pendidikan alternatif: kesempatan untuk memilih
jalur pendidikan nonformal sehubungan dengan peluang atau waktu yang
dimiliki.
- Pendidikan pengayaan/penguatan: kesempatan untuk memperkaya/
memperluas/ meningkatkan kemampuan yang diperoleh dari pendidikan
sekolah/formal.
- Pendidikan
pemutakhiran/updating :kesempatan untuk memutakhirkan atau
meremajakanpengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki.
- Pendidikan pembentukan
keterampilan:
kesempatan untuk memperoleh keterampilan baru di samping keterampilan yang
telah dimiliki.
- Pendidikan penyesuaian: kesempatan untuk memperoleh
pendidikan penyesuaian diri sehubungan adanya mobilitas teritorial,
pekerjaan, dan perubahan sosial.
- Pendidikan pembibitan: kesempatan untuk memperoleh
pendidikan atau latihan keterampilan tertentu melalui proses belajar
bersama sambil mengadakan usaha bersama dalam kelompok belajar usaha
bersama. (Soedomo, 1989).
Pendidikan Non-formal juga berfungsi mengatasi berbagai
kesenjangan yang ada di masyarakat. Hunter (1974) mengidentifikasikan sembilan
kesenjangan yang dapat diatasi melalui Pendidikan Non-formal sebagai berikut.
- Kesenjangan pekerjaan (the job
gap), yaitu adanya ketidaksesuaian antara pendidikan dengan kebutuhan
tenaga kerja atau keterampilan yang dibutuhkan.
- Kesenjangan efisiensi (the
efficiency gap), yaitu kurangnya pemanfaatan secara tepat sumber daya
manusia dan Sumber finansial.
- Kesenjangan permintaan dan
penyediaan (the demand and supply gap), yaitu meningkatnya permintaan
pendidikan dan konsekuensi rendahnya mutu pendidikan.
- Kesenjangan populasi
(population gap), yaitu gagalnya sekolah untuk mengatasi pertumbuhan
penduduk usia sekolah.
- Kesenjangan bayaran sebagia
pendapatan (the wage gap), yaitu tingginya bayaran di sektor perkotaan
mengakibatkan migrasi dari desa ke kota.
- Kesenjangan persamaan hak (the
equity gap), yaitu ketidakmampuan memberikan kesempatan kepada semua
orang; hanya bagi orang-orang yang punya kemampuan untuk membiayai yang
semakin tinggi tingkatan pendidikannya semakin tingi pula ongkosnya.
- Kesenjangan beradaptasi (the
adaptability gap), yaitu kekakuan atau ketidakluwesan sekolah yang
menyebabkan sulitnya mereka merespon kebutuhan sosial dan ekonomi.
- Kesenjangan evaluasi
(evaluation gap). Kesenjangan ini timbul karena sulitnya menilai kinerja
individu dalam pekerjaan karena keterampilan pekerja lebih cepat dari
supervisornya.
- Kesenjangan harapan
(expectation gap) yang terlihat dari adanya migrasi dari desa ke kota dan
mengejar pendidikan guna mencari kerja yang sering kali tidak tersedia.
Tujuan
Pendidikan non-formal mempunyai tujuan nasional sama
dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu mengembangkan potensi pesertya didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3 UU No.20 Th.2003).
Sedangkan secara
operasional, pendidikan non-formal mempunyai tujuan institusional yang
memungkinkan warga masyarakat memiliki:
- kesempatan mengembangkan
kepribadian dan mengaktualisasikan diri;
- kemampuan menghadapi tantangan
hidup baik dalam lingkungan keluarga maupun dalam lingkungn masyarakat,
- kemampuan membina keluarga
sejahtera untuk memajukan kesejahteraan umum;
- kemampuan wawasan yang luas
tentang hak dan kewajiban sebagai warga segara;
- kemampuan kesadaran berbangsa,
bernegara, dan bermasyarakat dalam rangka pembangunan manusia dan
masyarakat;
- kemampuan menciptakan atau
membantu menciptakan lapangan kerja sesuai dengan keahlian yang dimiliki.
(Soedomo, 1989).
Keenam tujuan institusional tersebut menegaskan bahwa pendidikan
nonformal berusaha mengembangkan secara selaras, serasi, dan seimbang terhadap
kecerdasan, sikap, kreativitas, dan keterampilan dalam upaya meningkatkan mutu
dan taraf hidup baik untuk diri sendiri, keluarga, maupun masyarakat.
Sumber:
[RS]
Klik Like & Share jika postingan ini bermanfaat
Apa tanggapan Anda?
Berikan tanggapan Anda melalui kolom komentar yang telah disediakan.
- Gunakan bahasa yang sopan;
- Saat menjadikan postingan pada blog ini sebagai referensi, jangan lupa mencantumkan sumbernya (link dari blog ini).
Jika blog ini bermanfaat jangan lupa memberikan 'like' atau 'share' untuk mendapatkan update terbaru.
Terima kasih