Tentang E-Learning
By
Unknown
—
Sabtu, 29 Maret 2014
—
Pendidikan
A. Pengertian E-Learning
E-learning merupakan
singkatan dari Elektronic Learning, merupakan cara baru dalam
proses belajar mengajar yang menggunakan media elektronik khususnya internet
sebagai sistem pembelajarannya. E-learning merupakan dasar dan konsekuensi
logis dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Beberapa ahli
mencoba menguraikan pengertian e-learning menurut versinya masing-masing,
diantaranya :
- Jaya Kumar C. Koran (2002) : e-learning sebagai sembarang pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN, atau internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan.
- Dong (dalam Kamarga, 2002) : e-learning sebagai kegiatan belajar asynchronous melalui perangkat elektronik komputer yang memperoleh bahan belajar yang sesuai dengan kebutuhannya.
- Rosenberg (2001) : menekankan bahwa e-learning merujuk pada penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
- Darin E. Hartley [Hartley, 2001] : eLearning merupakan suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan menggunakan media Internet, Intranet atau media jaringan komputer lain.
- LearnFrame.Com dalam Glossary of eLearning Terms [Glossary, 2001] : eLearning adalah sistem pendidikan yang menggunakan aplikasi elektronik untuk mendukung belajar mengajar dengan media Internet, jaringan komputer,maupun komputer standalone.
E-learning dalam arti luas bisa
mencakup pembelajaran yang dilakukan di media elektronik (internet) baik
secara formal maupun informal. E-learning secara formal misalnya adalah
pembelajaran dengan kurikulum, silabus, mata pelajaran dan tes yang telah
diatur dan disusun berdasarkan jadwal yang telah disepakati pihak-pihak
terkait (pengelola e-learning dan pembelajar sendiri). Pembelajaran
seperti ini biasanya tingkat interaksinya tinggi dan diwajibkan oleh
perusahaan pada karyawannya atau pembelajaran jarak jauh yang
dikelola oleh universitas dan perusahaan-perusahaan (biasanya perusahaan
konsultan) yang memang bergerak dibidang penyediaan jasa e-learning untuk
umum.
E-learning bisa juga
dilakukan secara informal dengan interaksi yang lebih sederhana, misalnya
melalui sarana mailing list, e-newsletter atau website pribadi, organisasi
dan perusahaan yang ingin mensosialisasikan jasa, program, pengetahuan
atau keterampilan tertentu pada masyarakat luas (biasanya tanpa memungut
biaya).
B. Teori yang melandasi
Pengembangan E-Learning
Lahirnya konsep
e-learning hingga terus
berkembang dan mencapai
bentuk-bentuk aplikasinya yang sekarang
didukung oleh beberapa paradigma pendidikan seperti paradigm pembelajaran,
pola-pola pembelajaran dari Barry Morries, konsep e-learning resources dll. Thorpe (2002)
menyebutkan bahwa kegiatan
pembelajaran secara elektronik
(elearning) memiliki makna yang sama dengan makna pendidikan pada
umumnya. Maka dari itu, ada beberapa
pedagogi yang bisa
diterapkan ke dalam
kegiatan e -learning tersebut.
Weller (2002) membuat daftar
pedagogi-pedagogi tersebut sebagai berikut:
1.
Konstruktivisme (Constructivism);
2.
Pembelajaran Berbasis Sumber Daya (Resource-based Learning);
3.
Pembelajaran Kolaboratif (Collaborative Learning);
4.
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-based Learning);
5.
Pengajaran Naratif (Narrative-based teaching);
6.
Pembelajaran Terkondisi (Situated Learning).
Pada
dasarnya, teknologi (apapun
bentuknya) memiliki sifat
yang netral. Sehingga dalam pendidikan, kita bisa mencoba
melakukan penerapan berbagai pendekatan pendidikan atau pedagogis terhadap
teknologi tersebut, dalam hal ini teknologi pendukung e-learning.
1. Konstruktivisme (Constructivism)
Pendekatan konstruktivisme memandang
bahwa peserta didik mengkonstruk/membangun sendiri
pengetahuan yang akan
mereka miliki. Pengkonstrukan (pembangunan)
pengetahuan tersebut dilakukan
berdasarkan pengalamannya sendiri atau dari pengalaman orang lain. Unsur
terpenting dalam teori ini ialah seseorang
membina pengetahuan dirinya
secara aktif dengan
cara membandingkan informasi baru
dengan pemahamannya yang
sudah ada. Bahan pengajaran yang
disediakan perlu mempunyai
perkaitan dengan pengalaman
peserta didik untuk menarik minat mereka.
Konstruktivisme memiliki
kaitan erat dengan
pembelajaran elektronik (elearning), karena dalam e-learning
siswa melakukan pembelajarannya secara mandiri melalui bahan-bahan ajar
yang disampaikan melalui situs web.
2. Pembelajaran Terkondisi (Situated Learning)
Pendekatan terkondisi pertama kali
dikemukakan oleh Jean Lave dan Etienne Wenger pada tahun 1991 sebagai sebuah
model pembelajaran dalam suatu komunitas belajar. Lave
dan Wenger berpendapat
bahwa pembelajaran bukan
hanya sekedar proses transmisi
ilmu pengetahuan yang
terbatas dari guru
dan murid saja,
tetapi pembelajaran itu haruslah
menjadi sebuah proses
sosial di mana
pengetahuan pada peserta didik
terkonstruksi oleh pemahaman mereka sendiri.
Teori
ini juga bisa
menjadi pendukung bagi
pembelajaran elektronik (elearning),
di mana dalam
aplikasinya, peserta didik
bisa saling berinteraksi
dalam sebuah forum, mailing
list, chatbox atau
bulletin board untuk
saling bertukar informasi dan
membangun pemahaman bersama terhadap suatu materi pembelajaran.
3. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-based
Learning)
Pembelajaran berbasis masalah
merupakan sebuah strategi pembelajaran yang berpusat kepada
peserta didik (student-centered learning),
di mana peserta
didik bekerja secara kolaboratif
untuk memecahkan masalah
dan menyerap intisari
dari pengalaman belajar mereka untuk dijadikan sebuah pengetahuan.
Dalam
e-learning, teori ini
bisa diterapkan saat
peserta didik dituntut
untuk berkomentar terhadap
materi perkuliahan yang
diberikan. Komentar dari
mahasiswa tersebut kemudian akan
dijadikan sebagai sebuah
patokan oleh dosen
untuk memberikan penilaian terhadap mahasiswa yang bersangkutan.
Selain
berpedoman kepada tiga
teori pembelajaran di atas, pengembangan
sebuah aplikasi e-learning hendaknya
juga diarahkan agar
mampu memenuhi empat
filosofi learning seperti yang dikemukakan Cisco dalam Rusman (2009:
198) sebagai berikut:
1. e-Learning merupakan penyampaian informasi, komunikasi,
pendidikan dan pelatihan secara online;
2. e-Learning menyediakan seperangkat alat yang dapat
memperkaya nilai belajar secara konvensional
(model belajar konvensional, kajian terhadap buku teks, CD-ROM, dan pelatihan
berbasis komputer) sehingga
dapat menjawab tantangan
perkembangan globalisasi;
3. e-Learning ti dak
berarti menggantikan model
belajar konvensional di
dalam kelas, tetapi memperkuat
model belajar tersebut
melalui pengayaan content
dan pengembangan teknologi pendidikan;
4. Kapasitas peserta
didik amat bervariasi
tergantung pada bentuk,
isi dan cara penyampaiannya. Makin
baik keselarasan antar
content dan alat
penyampai dengan gaya belajar,
maka akan lebih baik kapasitas peserta
didik yang pada gilirannya akan memberi
hasil yang lebih baik.
C. Karakteristik e-Learning
Pemanfaatan e-learning
yang baik akan
mendorong terciptanya lingkungan
belajar yang berpusat pada
siswa (student-centered learning),
karena e-learning menuntut
peserta didik untuk belajar
secara mandiri dan
mengkonstruk ilmu pengetahuannya sendiri.
Hal tersebut sesuai dengan
karakteristik e-learning yang
dikemukakan oleh Riyana
(2007) sebagai berikut:
1. Daya tangkap
siswa terhadap materi
pembelajaran tidak tergantung
kepada instruktur/guru, karena siswa mengkonstruk sendiri ilmu
pengetahuannya melalui bahan-bahan ajar yang disampaikan melalui interface
situs web;
2. Sumber ilmu
pengetahuan tersebar di
mana-mana serta dapat
diakses dengan mudah
oleh setiap orang.
Hal ini dikarenakan
sifat media Internet
yang mengglobal dan bisa diakses oleh siapapun yang terkoneksi ke
dalamnya;
3. Pengajar/lembaga
pendidikan berfungsi sebagai mediator/pembimbing;
4. Diperlukan sebuah
restrukturisasi terhadap kebijakan
sistem pendidikan, kurikulum dan
manajemen yang dapat
mendukung pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk
pendidikan secara optimal.
Empat karakteristik di atas merupakan
hal yang membedakan e-learning dari kegiatan
pembelajaran secara
konvensional. Dalam e-learning,
daya tangkap peserta
didik terhadap materi pembelajaran
tidak lagi tergantung
kepada instruktur/pengajar, karena
peserta didik mengkonstruk sendiri
ilmu pengetahuannya melalui
bahan-bahan ajar yang
disampaikan melalui
interface aplikasi e-learning.
Dalam e-learning pula,
sumber ilmu pengetahuan tersebar di
mana-mana serta dapat
diakses dengan mudah
oleh setiap orang.
Hal ini dikarenakan sifat
media internet yang
mengglobal dan bisa
diakses oleh siapapun
yang terkoneksi ke dalamnya. Terakhir, dalam e-learning
pengajar/lembaga pendidikan berfungsi sebagai mediator/pembimbing. Hal
ini berkebalikan dengan
kegiatan pembelajaran
konvensional di mana
pengajar/lembaga pendidikan berfungsi
sebagai sumber utama
ilmu pengetahuan.
D. Fungsi e-Learning
e-Learning sebagai
suatu model pembelajaran
yang baru memiliki
beberapa fungsi terhadap kegiatan
pembelajaran di dalam kelas ( classroom instruction). Siahaan dalam Kamil
(2010), memaparkan fungsi e-learning
tersebut sebagai berikut:
1. Suplemen;
Dikatakan berfungsi sebagai suplemen atau tambahan apabila peserta didik mempunyai
kebebasan memilih, apakah
akan memanfaatkan materi pembelajaran elektronik atau tidak.
Dalam hal ini, tidak ada kewajiban/keharusan bagi peserta didik untuk mengakses
materi pembelajaran.
2. Komplemen; Dikatakan
berfungsi sebagai komplemen
atau pelengkap apabila materi pembelajaran
elektronik diprogramkan untuk
melengkapi materi
pembelajaran yang diterima
siswa di dalam
kelas (Lewis: 2002).
Sebagai komplemen berarti materi pembelajaran elektronik diprogramkan
untuk menjadi materi reinforcement atau
remedial bagi peserta
didik di dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran konvensional.
3. Substitusi; Beberapa
perguruan tinggi di
negara maju memberikan
beberapa alternatif model kegiatan
pembelajaran/perkuliahan
kepada para mahasiswanya. Tujuannya agar
para mahasiswa dapat
secara fleksibel mengelola
kegiatan perkuliahannya sesuai dengan waktu dan aktivitas lain sehari-hari
mahasiswa.
E. Model-Model e-Learning
Berdasarkan definisi dari ASTD,
e-learning bisa dibagi ke dalam empat model, yaitu:
1.
Web-Based Learning (Pembelajaran
Berbasis Web)
Pembelajaran berbasis
web merupakan “sistem
pembelajaran jarak jauh
berbasis teknologi informasi dan komunikasi dengan antarmuka web” (Munir
2009: 231). Dalam pembelajaran
berbasis web, peserta
didik melakukan kegiatan pembelajaran secara
online melalui sebuah
situs web. Merekapun
bisa saling berkomunikasi dengan
rekan-rekan atau pengajar
melalui fasilitas yang
disediakan oleh situs web tersebut.
2.
Computer-Based Learning
(Pembelajaran Berbasis Komputer)
Secara sederhana, pembelajaran
berbasis komputer bisa didefinisikan sebagai kegiatan pembelajaran
mandiri yang bisa
dilakukan oleh peserta
didik dengan menggunakan sebuah
sistem komputer. Rusman
(2009: 49) mengemukakan
bahwa pembelajaran berbasis komputer
merupakan “... program
pembelajaran yang digunakan dalam
proses pembelajaran dengan menggunakan
software komputer yang berisi
tentang judul, tujuan, materi pembelajaran dan evaluasi pembelajaran.”
3.
Virtual Education (Pendidikan
Virtual)
Berdasarkan definisi
dari Kurbel (2001),
istilah pendidikan virtual
merujuk kepada suatu kegiatan
pembelajaran yang terjadi
di sebuah lingkungan
belajar di mana pengajar dan
peserta didik terpisah oleh jarak
dan/atau waktu. Pihak pengajar menyediakan
materi-materi pembelajaran melalui
penggunaan beberapa metode seperti aplikasi LMS, bahan-bahan
multimedia, pemanfaatan internet, atau konferensi video. Peserta didik menerima
mater-materi pembelajaran tersebut dan berkomunikasi dengan pengajarnya dengan
memanfaatkan teknologi yang sama.
4.
Digital Collaboration
(Kolaborasi Digital)
Kolaborasi digital
adalah suatu kegiatan
di mana para
peserta didik yang berasal
dari kelompok yang
berbeda (kelas, sekolah
atau bahkan negara
bekerja) bersama-sama dalam
sebuah proyek/tugas, sambil berbagi
ide dan informasi dengan
seoptimal mungkin memanfaatkan teknologi internet.
F. Strategi E-Learning
Menurut Koswara (2006) ada beberapa
strategi pengajaran yang dapat diterapkan dengan menggunakan teknologi
e-learning adalah sebagai berikut :
· Learning
by doing. Simulasi belajar dengan melakukan apa
yang hendak dipelajari; contohnya adalah simulator penerbangan (flight
simulator), dimana seorang calon penerbang dapat dilatih untuk melakukan
penerbangan suatu pesawat tertentu seperti ia berlatih dengan pesawat yang
sesungguhnya
· Incidental
learning. Mempelajari sesuatu secara tidak
langsung. Tidak semua hal menarik untuk dipelajari, oleh karena itu dengan
strategi ini seorang mahasiswa dapat mempelajari sesuatu melalui hal lain yang
lebih menarik, dan diharapkan informasi yang sebenarnya dapat diserap secara
tidak langsung. Misalnya mempelajari geografi dengan cara melakukan “perjalanan
maya” ke daerah-daerah wisata.
· Learning
by reflection. Mempelajari sesuatu dengan
mengembangkan ide/gagasan tentang subyek yang hendak dipelajari. Mahasiswa
didorong untuk mengembangkan suatu ide/gagasan dengan cara memberikan informasi
awal dan aplikasi akan “mendengarkan” dan memproses masukan ide/gagasan dari
mahasiswa untuk kemudian diberikan informasi lanjutan berdasarkan masukan dari
mahasiswa.
· Case-based
learning. Mempelajari sesuatu berdasarkan
kasus-kasus yang telah terjadi mengenai subyek yang hendak dipelajari. Strategi
ini tergantung kepada nara sumber ahli dan kasus-kasus yang dapat dikumpulkan
tentang materi yang hendak dipelajari. Mahasiswa dapat mempelajari suatu materi
dengan cara menyerap informasi dari nara sumber ahli tentang kasus-kasus yang
telah terjadi atas materi tersebut.
· Learning
by exploring. Mempelajari sesuatu dengan cara
melakukan eksplorasi terhadap subyek yang hendak dipelajari. Mahasiswa didorong
untuk memahami suatu materi dengan cara melakukan eksplorasi mandiri atas
materi tersebut. Aplikasi harus menyediakan informasi yang cukup untuk
mengakomodasi eksplorasi dari mahasiswa. Mempelajari sesuatu dengan cara
menetapkan suatu sasaran yang hendak dicapai (goal-directed learning).
Mahasiswa diposisikan dalam sebagai seseorang yang harus mencapai
tujuan/sasaran dan aplikasi menyediakan fasilitas yang diperlukan dalam
melakukan hal tersebut. Mahasiswa kemudian menyusun strategi mandiri untuk
mencapai tujuan tersebut.
G. Teknologi
E-Learning
Beberapa produk teknologi e-learning dalam pembelajaran
meliputi:
1. Audio Conreferencing
Merupakan
salah satu teknologi e-learning teraktif paling sedarhana dan
relative murah untuk menyelenggarakan distance learning. Audio conferencing
adalah konferensi langsung dalam bentuk audio (suara) antar dua orang atau
lebih yang berada pada tempat berbeda, bahkan dapat melibatkan peserta yang
banyak pada lokasi yang tersebar dan berbeda.
2. Videobroadcasting
Penggunaan
program e-learning dengan Videobroadcasting lebih banyak digunakan dibandingkan
dengan audio conferencing. Hal ini karena sifat Videobroadcasting yang audio
visual. Dalam prinsip belajar diungkapkan bahwa belajar akan lebih berhasil
jika melibatkan banyak indera. Sasaran peserta dalam jumlah yangbesar (massal)
dan menyebar (dispersed). Sebagai media transaksi pada umumnya menggunakan
media satelit. Peserta mengikuti program pembe,ajaran
melalui Videobroadcasting dengan cara melihat dan mendengar pesawat
televise yang berhubung ke stasiun tertentu melalui antenna penerima biasa atau
antena parabola yang dilengkapi decoder khusus.
3.
Videoconferencing
Teknologi
multimedia Videoconverencing dapat memungkinkan seluruh peserta didik melihat,
mendengar dan bekerja sama secara langsung. Sesuai dengan namanya, fungsi
Videoconverencing memberikan visualisasi secara langsung dan lengkap kepada
seluruh peserta didik dengan menggunakan multimedia (video, audio dan data).
Sesuai dengan model pengembangan pembelajaran maka disusun
prosedur pengembangan sebagai berikut. :
a. Menentukan matapelajaran
yang akan dikembangkan
Langkah
pertama dalam menentukan mata pelajaran yang akan dikembangkan adalah mengkaji
situasi lapangan dengan cara observasi langsung terhadap system pembelajaran
khususnya dalam matapelajaran yang akan dikembangkan dalam bentuk e-learning.
b. Mengembangkan web
based learning
Untuk
mengembangkan WBL dilakukan dalam beberapa langkah yakni ;
· Menentukan tujuan umum pembelajaran
· Menentukan tujuan khusus pembelajaran
· Menentukan karakter siswa
· Menyusun materi pembelajaran
· Mendesain software WBL dilakukan dengan dua langkah yaitu
(1) menentukan jenis software dan hardware yang digunakan dan (2) menysun alur
program pengembangan software WBL
· Membuat system keamanan data WBL , proteksi data dalam WBL
ini adalah dalam rangka bertujuan untuk perlindungan hak cipta bagi pengembang
serta perlindungan data terhadap penyalahgunaan informasi.
c. Memproduksi WBL
Setelah
dihasilkan alur programWBL maka dapat dimulai memproduksi software sesuai alur.
Dalam memproduksi pembelajaran terlebih dahulu dilakukan pengkajian isi
pembelajaran oleh ahli bidang studi.
d. Menyusun petunjuk
penggunaan program
Menyusun
petunjuk penggunaan program meliputi penjelasan tujuan program dan petunjuk
menjalankan program.
e. Menyediakan jaringan
Komponen hardware dan software serta
beberapa persyaratan hardware lain yang harus
ada untuk mengimplementasikan WBL, yaitu jaringan local (intranet),
dan jaringan interkoneksi internasional (internet).
f. Proses instalasi produk
pembelajaran
Hal
ini dilakukan dengan mendaftarkan alamat virtual kedalam IIS agar dapat diakses
oleh siswa. Jika WBL diletakkan dalam internet maka sebelumnya harus dipesan
alamat web tersebut agar bisa terdaftaar dalam internet.
Metode penyampaian bahan ajar di e-Learning ada dua:
1. Synchrounous
e-Learning: Guru dan siswa dalam kelas dan waktu yang sama meskipun
secara tempat berbeda. Nah peran teleconference ada di sini. Misalnya saya
mahasiswa di Universitas Negeri Malang mengikuti kuliah lewat teleconference
dengan professor yang ada di Stanford University. Nah ini disebut dengan Synchronous
e-Learning. Yang pasti perlu bandwidth besar dan biaya mahal. Jujur saja
Indonesia belum siap di level ini, dalam sudut pandang kebutuhan maupun
tingginya biaya. Tapi ada yang main hajar saja (tanpa study yang matang) mengimplementasikan
synchronous e-Learning ini. Hasilnya peralatan teleconference yang sudah
terlanjur dibeli mahal hanya digunakan untuk coffee morning, itupun 6 bulan
sekali.
2. Asynchronous
e-Learning: Guru dan siswa dalam kelas yang sama (kelas virtual),
meskipun dalam waktu dan tempat yang berbeda. Nah disinilah diperlukan
peranan sistem (aplikasi) e-Learning berupa Learning Management System dan
content baik berbasis text atau multimedia. Sistem dan content tersedia dan
online dalam 24 jam nonstop di Internet. Guru dan siswa bisa melakukan proses
belajar mengajar dimanapun dan kapanpun. Tahapan implementasi e-Learning yang
umum, Asynchronous e-Learning dimatangkan terlebih dahulu dan
kemudian dikembangkan ke Synchronous e-Learning ketika
kebutuhan itu datang.
H. Fitur E-learning
E-learning memiliki fitur-fiturs ebagai berikut (Clark & Mayer,
2008, p. 10):
· Konten yang relevan dengan tujuan
belajar.
· Menggunakan metode instruksional
seperti;contoh dan praktek untuk membantu belajar.
· Menggunakan elemen media seperti;kalimat dan gambar untuk
mendistribusikan konten dan metode belajar.
· Pembelajaran dapat secara langsung dengan instruktur ataupun belajar secara individu
· Membangun wawasan dan teknik baru yang
dihubungkan dengan tujuan belajar.
I. Aspek Penting Dalam E-Learning
· E-learning menciptakan solusi belajar formal dan informal.
Salah satu kesalahan berpikir tentang e-learning adalah e-learning hanya
menciptakan sistem belajar secara formal, seperti dalam bentuk kursus. Namun
faktanya adalah saat ini 80% pembelajaran didapat secara informal. Banyak orang
saat beraktivitas sehari-hari dan menghadapi suatu masalah membutuhkan solusi
secepatnya. Dalam hal ini, e-learning haruslah memiliki karakteristik berikut:
a. just in time –tersedia untuk pengguna ketika mereka
membutuhkannya untuk menyelesaikan tugasnya. b. on-demand –
tersedia setiap saat. c. bite-sized – tersedia dalam ukuran
yang kecil agar dapat digunakan secara cepat.
· E-learning menyediakan akses ke berbagai macam sumber
pembelajaran baik itu konten ataupun manusia. Kesalahan lainnya dalam berpikir
tentang e-learning bahwa e-learning hanya membuat konten saja. Sebenarnya
e-learning adalah sebuah aktivitas sosial. E-learning menyediakan pengalaman
belajar yang kuat melalui komunitas online pengguna
e-learning. Karena manusia adalah makhluk sosial, jadi ada banyak kesempatan
untuk berkomunikasi, berkolaborasi, dan berbagi ilmu antara sesama pengguna
e-learning.
· E-learning mendukung sekelompok orang atau grup untuk
belajar bersama. E-learning bukan aktivitas individu saja, tetapi juga
mendukung sekelompok orang atau grup untuk belajar bersama, baik untuk
berkomunikasi, berkolaborasi, berbagi ilmu, dan membentuk sebuah
komunitas online yang dapat dilakukan secara langsung (synchronous)
atau tidak langsung (asynchronous).
· E-learning membawa pembelajaran kepada pelajar bukan pelajar
ke pembelajaran. Bentuk pembelajaran tradisional bahwa pelajar harus pergi
keluar untuk mencari pembelajaran mereka sendiri.
J. Kelebihan dan Kekurangan E-Learning
1. Kelebihan E-Learning
Berdasarkan karakteristik
yang dibahas pada poin sebelumnya,
maka e-learning memiliki
kelebihan tersendiri bila dipandang sebagai sebuah alternatif untuk model
pembelajaran konvensional.
Lebih lanjut, Riyana (2007: 22) menyebutkan
kelebihan-kelebihan tersebut sebagai berikut:
1.
Interactivity (Interaktifitas);
tersedianya jalur komunikasi yang lebih banyak, baik secara
langsung (synchronous), seperti chatting atau messenger atau tidak
langsung (asynchronous), seperti forum, mailing list atau buku tamu.
2. Independency (Kemandirian); fleksibilitas
dalam aspek penyediaan
waktu, tempat, pengajar dan
bahan ajar. Hal
ini menyebabkan pembelajaran
menjadi lebih terpusat kepada siswa (student-centered learning).
3. Accessibility (Aksesibilitas); sumber-sumber belajar
menjadi lebih mudah diakses melalui pendistribusian di jaringan Internet dengan
akses yang lebih luas daripada pendistribusian sumber belajar pada pembelajaran
konvensional.
4.
Enrichment (Pengayaan);
kegiatan pembelajaran, presentasi
materi kuliah dan materi
pelatihan sebagai pengayaan,
memungkinkan penggunaan perangkat teknologi informasi seperti video streaming, simulasi dan
animasi.
2. Kekurangan E-Learning
Pemanfaatan internet untuk
pembelajaran atau e-learning juga tidak terlepas dari berbagai kekurangan.
Berbagai keritik (Bullen,2001 dan Beam,1997), antara lain :
1. Kurangnya interaksi antara guru dan
siswa atau bahkan antar siswa itu sendiri.
2. Kecenderungan mengabaikan aspek
akademik atau aspek social dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis /
komersial.
3. Proses belajar dan mengajarnya
cenderung kearah pelatihan daripada pendidikan.
4. Berubahnya peran guru dari yang
semula menguasai teknik pembelajaran konvensional, juga dituntut mengetahui
teknik pembelajaran menggunakan ICT.
5. Siswa yang tidak mempunyai motivasi
belajar yang tinggi cenderung gagal.
6. tidak semua tempat tersedia fasilitas
internet.
7. kurangnya tenaga yang mengtahui dan
memiliki keterampilan internet.
8. kurangnya penguasaan bahasa komputer.
K. Kendala-kendala e-learning
Kendala atau hambatan dalam
penyelenggaraan e-learning, yaitu (Effendi, 2005) :
a. Investasi.
Walaupun e-learning pada akhirnya dapat menghemat biaya pendidikan, akan tetapi
memerlukan investasi yang sangat besar pada permulaannya.
b. Budaya.
Pemanfaatan e-learning membutuhkan budaya belajar mandiri dan kebiasaan untuk
belajar atau mengikuti pembelajaran melalui komputer.
c. Teknologi
dan infrastruktur. E-learning membutuhkan perangkat komputer, jaringan handal,
dan teknologi yang tepat.
d. Desain
materi. Penyampaian materi melalui e-learning perlu dikemas dalam bentuk yang
learner-centric. Saat ini masih sangat sedikit instructional designer yang
berpengalaman dalam membuat suatu paket pelajaran e-learning yang memadai.
Sumber :
- Munir. (2009). Pembelajaran Jarak Jauh. Bandung: Alfabeta.- Riyana, C. (2007). Konsep Dasar e-Learning. Dokumen presentasi pada perkuliahan e-learning di Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
- Rusman. (2009). “Pemanfaatan Internet untuk Pembelajaran”, dalam Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.
- Martin Weller, Delivering On The Net, London and New York, 2002.
- Darin E. Harley, Selling E-Learning, American Society for Training and Development, 2001, hlm, 1.
- Lewis, Diane E. 2002. “A Departure from Training by the Book, More Companies Seeing Benefits of E-Learning”, The Boston Globe, Globe Staff,
- Internet
[RS]
Klik Like & Share jika postingan ini bermanfaat
Apa tanggapan Anda?
Berikan tanggapan Anda melalui kolom komentar yang telah disediakan.
- Gunakan bahasa yang sopan;
- Saat menjadikan postingan pada blog ini sebagai referensi, jangan lupa mencantumkan sumbernya (link dari blog ini).
Jika blog ini bermanfaat jangan lupa memberikan 'like' atau 'share' untuk mendapatkan update terbaru.
Terima kasih